Minggu, 11 Juni 2017

RIBA DALAM ISLAM

MANAJEMEN KEUANGAN SYARI'AH


RIBA DALAM ISLAM
Dosen Pengampu: Selvia Nuriasari, M.E.I


Disusun oleh:
Cika Siti Khusnul Fuad   1502040017

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) METRO LAMPUNG
2017


A. RIBA
        Riba menurut Al-Qur'an, pandangan Islam mengenai riba terdapat pada beberapa surat antara lain :
1. Tahap pertama : Turunnya QS. Ar-Rum, ayat 39. Ayat ini ditururnkan di Kota Mekkah sebelum Hijriyah.
2. Tahap Kedua : Turunnya  QS. An-Nisa, ayat 160-161. Ayat ini diturunkan di Kota Madinah setelah Hijriyah.
Tahap Ketiga : Turunnya QS. Ali-Imran, ayat 130. Ayat ini turun setelah kaum Muslim mengalami kekalahan dalam perang Uhud pada tahun ketiga Hijriyah.
Tahap Keempat : Turunnya QS. Al-Baqarah, ayat 275-279. Ayat ini diturunkan ketika suku Thaqeef dari Arab menagih riba.
B. SEJARAH RIBA
          Para ulama fiqh mulai mebicarakan tantang riba, jikamerekamemecahkan berbagai macam persoalan muamalah . Banyak ayat-ayat Al-Qur'anyang mebicarakan tenyang riba sesuai dengan periode larangan, sampai akhirnya datang larangan secara tegas pada akhir periode penetapan hukum riba. Riba pad agama-agama langit (samawi) telah dinyatakan haram. Tersebut dilarang di dalam Perjanjian Lama Kitab Keluaran ayat 25 pasal 22 yang berbunyi :"Bila kamu mengutang seseorang diantara warga bangasamu uang maka janganlah kamu berlaku laksana seorang pemberi utang, jangan kami meminta keuntungan padanya untuk memiliki uang." Namun orang Yahudi beranggapan bahwa riba itu hanyalah terlarang kalau dilakukan dikalangan sesama Yahudi. Tetapi tidak terlarang dilakukan terhadap non-Yahudi.
          Islam menganggap bahwa ketetapan-ketetapan yang mengharamkan riba yang hanya berlaku pada golongan tertentu, sebagaimana tercantum dalam Perjanjian Lama merupakan ketetapan yang telah dipalsukan. Sebab riba ini diharamkan bagi siapa saja dan terhadap siapa saja, sebab tindakan ini adalah dhalim dan kedhaliman diharamkan kepada semua orang tanpa pandang bulu. Dalam Hadits Qudsi disebutkan : "Wahai hambaku. Aku mengharamkan kedhaliman kepada diriku dan aku telah tetapkan sebagai perbuatan haram ditengah kamu. Karena itu janganlah kamu saling berbuat dhalim."
          Islam tidak membedakan manusia karena bangsanya atau warna kulitnya atau keturunannya. Karena manusia adalah hamba Allah.[1]
          Kajian tentang larangan riba didalam pandangan Islam, telah jelas dinyatakan dalam al-Qur'an (2:278). Larangan tersebut dilatarbelakangi suatu peristiwa atau asbabun nuzulnya ayat yang dinyatakan : "Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa turunnya ayat 278-279 QS. 2 berkenaan dengan pengaduan Banil Mughirah kepada Gubernur Mekah setelah Fathu Makkah, yaitu 'Attab bin As-yad tentang utang-utangnya yang berriba sebelum ada hukum penghapusan riba, kepada Banu 'Amr bin 'Auf dari suku Tsaqif. Bani Mughirah berkata kepada 'Attab bin As-yad: "Kami adalah manusia yang paling menderita akibat dihapusnya riba. Kami ditagih mebayar riba oleh orang lain, sedang kami tidak mau menerima riba karena menaati hukum penghapusan riba". Maka berkata Banu 'Amr: "Kami minta penyelesaian atas tagihan riba kami." Maka Gubernur Attab menulis surat kepada Rasulullah SAW. Yang dijawab oleh Nabi SAW sesuai dengan ayat 278-279: 
"Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman, maka jika  kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasulnya akan memerangimu. Dan Jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba) maka bagimu pokok hartamu. Kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya."
          Dari peristiwa tersebut, jelaslah bahwa setelah datangnya hukum yang tidak memperbolehkan praktik riba, baik dalam bentuk besar maupun kecil, maka praktik tersebut segera harus berhenti dan dinyatakan telah berakhir.[2] 
C. PENGERTIAN BUNGA DAN RIBA
          Secara leksikel bunga terjemahan dari kata interest. Secara istilah sebagaimana diungkapkan dalam suatu kamus dinyatakan, bahwa interest is a charge for a financial loan, usually a percentage of the amount loaned". Bunga adalah tanggungan pada pinjaman uang, yang biasanya dinyatakan dengan persentase dari uang yang dipinjamkan.
          Kata Riba = Ziyadah. Berarti bertumbuh, menambah atau berlebih. Al-Riba atau Ar-Rima makna asalnya adalah tambah, tumbuh,dan subur. Adapun pengertian tambah dalam konteks riba adalah tambahan uang atas modal yang diperoleh dengan cara yang tidak dibenarkan syara'. Riba sering diterjemahkan orang dalam bahasa Inggris  sebagai "usury" yang artinya "the act of lending money at an exorbitant or illegal rate of interest". Sementara para ulama Fiqh mendefinisikan riba adalah "kelebihan harta dalam suatu muamalah dengan tidak ada imbalan/gantinya". Maksudnya adalah tambahan terhadap modal uang yang timbul akibat transaksi utang piutang yang harus diberikan terutang kepada pemilik uang pada saat jatuh tempo.[3]
D. JENIS-JENIS RIBA DAN HUKUMNYA
          Ulama fikih oleh abu Sura'i Abdul Hadi (1993) membagi riba menjadi 2 macam yaitu:
- Riba Fadl
          Adalah riba yang berlaku dalam jualbeli yang didefinisikan oleh para Ulama Fiqh dengan kelebihan pada salah satu harta sejenis yang diperjualbelikan dengan ukuran syara'. Ukuran syara' adalah timbangan atau ukuran tertentu. Misal, satu kilogram beras dijual dengan satu seperempat kilogram. Kelebihan 1/4 kg tersebut disebut riba fadl. Jualbeli semacam ini hanya berlaku dalam barter. 
- Riba An-nasi'ah
          Adalah kelebihan atas piutang yang diberikan orang yang berutang kepada pemilik modal ketika waktu yang disepakati jatuh tempo. Apabila waktu jatuh tempo sudah tiba, ternyata orang yang berutnag tidak sanggup membayar utang dan kelebihannya, maka waktunya bisa diperpanjang dan jumlah utang bertambah pula.
          Akhirnya muncul berbagai pendapat tentang 2 macam jenis riba tersebut dikalangan para ulama fikih. Menurut ulama mahzab Hanafi dalam salah satu riwayat dari Imam Ahmad bin Hambal, riba fadl ini hanya berlaku dalam timbangan atau takaran harta yang sejenis, bukan terhadap nilai harta. Apabila yang dijadikan ukuran adalah nilai harta, maka kelebihan yang terjadi tidak termasuk riba fadl.
          Sementara itu ulama Maliki dan Syafi'i berpendapat, bahwa ilat keharaman riba fadl pada emas dan perak adalah disebabkan keduanya merupakan harga dari sesuatu, baik emas dan perak itu telah dibentuk. Oleh sebba itu, apapun bentuk emas dan perak apabila sejenis tidak boleh diperjualbelikan sengan cara yang menghargai yang satu lenih banyak dari yang lain.
          Berdasarkan kepada Al-Qur'an, As-Sunnah, dan Ijma' para ulama, dari dua jenis riba yang diatas dapat dianalisis dari akar-akarnya bahwa istilah nasi'ah berakar dari kata nasa'ayang berarti penangguhan, penundaan, tunggu, merujuk, pada waktu yang diizinkan bagi peminjam untuk membayar kembali utang berikut tambahan atau premi. Dengan demikian riba nasi'ah mengacu pada bunga atas pinjaman. Inilah yang dinyatakan Nabi SAW, "tidak ada riba kecuali dalam nasi'ah".
          Riba dilarang karena termasuk juga dalam kategori mengambil atau memperoleh harta dengan cara tidak benar. Wrongful devouring of property. Ayat-ayat berikut ini melarang riba dengan tegas dan jelas:
- QS. Ali Imran ayat 130
- QS. Al Baqarah ayat 275-279
- QS. An Nisa ayat 161
- QS. Ar Rum ayat 39
          Pelarangan riba tidak lantas membuat utang-piutang tidak diperbolehkan. Paling tidak, Al-Qur'an malah memberikan tata cara melakukannya dengan adanya catatan. Al-Qur'an juga menganjurkan pemberi pinjaman atau krediktur untuk memberikan keringanan jika debitur atau peminjam mengalami kesulitan dalam membayar.
          Persoalan riba telah ada sejak orang mulaibicara tentang hubungan perdagangan dan keuangan. Riba adalah tambahan yang dilakukan secara bathil sangat mempengaruhi pelakunya dalam sisi ekonomi maupun sosial. Secara ekonomi riba dapat menimbulkan inflasi ekonomi, sebagai akibat dari bunga sebagai biaya uang. Hal tersebut disebabkan karena salah satu elemen dari penentuan harga adalah suku bunga. Semakin tinggi suku bunga, semakin tinggi juga harga yang akan ditetapkan pada suatu barang. Dampak lainnya adalah bahwa utang, dengan rendahnya tingkat penerimaan peminjam dan tingginya biaya bunga, akan menjadikan peminjam tidak pernah keluar dari ketergantungan, terlebih lagi bila bunga atas utang tersebut dibungakan.[4]



[1] Karnaen Perwataatmadja,"Apakah bunga sama dengan riba?",Kertas Kerja Seminar Ekonomi Islam, Jakarta: LP-PBS, 1997
[2] Hadi, Ibid
[3] Hadi, Abu Sura'i Abdul, 1993, Bunga Bank dalam Islam, (terrjemahan: Drs. M. Thalib), Surabaya: Al-Ikhlas.
[4] Karim, Adi Warman, 2001, "Konsep Uang dalam Islam", Modul Kuliah Ekstrakulikuler Ekonomi Islam, Yogyakarta FE UGM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar