MANAJEMEN KEUANGAN SYARI'AH
RIBA DALAM ISLAM
Dosen Pengampu: Selvia Nuriasari,
M.E.I

Disusun oleh:
Cika
Siti Khusnul Fuad 1502040017
INSTITUT AGAMA ISLAM
NEGERI
(IAIN) METRO LAMPUNG
2017
A.
RIBA
Riba menurut Al-Qur'an,
pandangan Islam mengenai riba terdapat pada beberapa surat antara lain :
1. Tahap pertama : Turunnya QS. Ar-Rum, ayat 39.
Ayat ini ditururnkan di Kota Mekkah sebelum Hijriyah.
2. Tahap Kedua : Turunnya QS. An-Nisa, ayat 160-161. Ayat ini
diturunkan di Kota Madinah setelah Hijriyah.
Tahap Ketiga : Turunnya QS. Ali-Imran, ayat 130.
Ayat ini turun setelah kaum Muslim mengalami kekalahan dalam perang Uhud pada
tahun ketiga Hijriyah.
Tahap Keempat : Turunnya QS. Al-Baqarah, ayat 275-279.
Ayat ini diturunkan ketika suku Thaqeef dari Arab menagih riba.
B.
SEJARAH RIBA
Para
ulama fiqh mulai mebicarakan tantang riba, jikamerekamemecahkan berbagai macam
persoalan muamalah . Banyak ayat-ayat Al-Qur'anyang mebicarakan tenyang riba
sesuai dengan periode larangan, sampai akhirnya datang larangan secara tegas
pada akhir periode penetapan hukum riba. Riba pad agama-agama langit (samawi)
telah dinyatakan haram. Tersebut dilarang di dalam Perjanjian Lama Kitab
Keluaran ayat 25 pasal 22 yang berbunyi :"Bila kamu mengutang seseorang
diantara warga bangasamu uang maka janganlah kamu berlaku laksana seorang
pemberi utang, jangan kami meminta keuntungan padanya untuk memiliki
uang." Namun orang Yahudi beranggapan bahwa riba itu hanyalah terlarang kalau
dilakukan dikalangan sesama Yahudi. Tetapi tidak terlarang dilakukan terhadap non-Yahudi.
Islam
menganggap bahwa ketetapan-ketetapan yang mengharamkan riba yang hanya berlaku
pada golongan tertentu, sebagaimana tercantum dalam Perjanjian Lama merupakan
ketetapan yang telah dipalsukan. Sebab riba ini diharamkan bagi siapa saja dan
terhadap siapa saja, sebab tindakan ini adalah dhalim dan kedhaliman diharamkan
kepada semua orang tanpa pandang bulu. Dalam Hadits Qudsi disebutkan :
"Wahai hambaku. Aku mengharamkan kedhaliman kepada diriku dan aku telah
tetapkan sebagai perbuatan haram ditengah kamu. Karena itu janganlah kamu
saling berbuat dhalim."
Islam
tidak membedakan manusia karena bangsanya atau warna kulitnya atau
keturunannya. Karena manusia adalah hamba Allah.[1]
Kajian
tentang larangan riba didalam pandangan Islam, telah jelas dinyatakan dalam
al-Qur'an (2:278). Larangan tersebut dilatarbelakangi suatu peristiwa atau
asbabun nuzulnya ayat yang dinyatakan : "Dalam suatu riwayat dikemukakan
bahwa turunnya ayat 278-279 QS. 2 berkenaan dengan pengaduan Banil Mughirah
kepada Gubernur Mekah setelah Fathu Makkah, yaitu 'Attab bin As-yad tentang
utang-utangnya yang berriba sebelum ada hukum penghapusan riba, kepada Banu
'Amr bin 'Auf dari suku Tsaqif. Bani Mughirah berkata kepada 'Attab bin As-yad:
"Kami adalah manusia yang paling menderita akibat dihapusnya riba. Kami
ditagih mebayar riba oleh orang lain, sedang kami tidak mau menerima riba
karena menaati hukum penghapusan riba". Maka berkata Banu 'Amr: "Kami
minta penyelesaian atas tagihan riba kami." Maka Gubernur Attab menulis
surat kepada Rasulullah SAW. Yang dijawab oleh Nabi SAW sesuai dengan ayat
278-279:
"Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah
kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu
orang-orang yang beriman, maka jika kamu
tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah bahwa Allah dan
Rasulnya akan memerangimu. Dan Jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba) maka
bagimu pokok hartamu. Kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya."
Dari
peristiwa tersebut, jelaslah bahwa setelah datangnya hukum yang tidak memperbolehkan
praktik riba, baik dalam bentuk besar maupun kecil, maka praktik tersebut
segera harus berhenti dan dinyatakan telah berakhir.[2]
C.
PENGERTIAN BUNGA DAN RIBA
Secara
leksikel bunga terjemahan dari kata interest. Secara istilah sebagaimana
diungkapkan dalam suatu kamus dinyatakan, bahwa interest is a charge for a
financial loan, usually a percentage of the amount loaned". Bunga adalah
tanggungan pada pinjaman uang, yang biasanya dinyatakan dengan persentase dari
uang yang dipinjamkan.
Kata
Riba = Ziyadah. Berarti bertumbuh, menambah atau berlebih. Al-Riba atau Ar-Rima
makna asalnya adalah tambah, tumbuh,dan subur. Adapun pengertian tambah dalam
konteks riba adalah tambahan uang atas modal yang diperoleh dengan cara yang
tidak dibenarkan syara'. Riba sering diterjemahkan orang dalam bahasa
Inggris sebagai "usury" yang
artinya "the act of lending money at an exorbitant or illegal rate of
interest". Sementara para ulama Fiqh mendefinisikan riba adalah
"kelebihan harta dalam suatu muamalah dengan tidak ada
imbalan/gantinya". Maksudnya adalah tambahan terhadap modal uang yang
timbul akibat transaksi utang piutang yang harus diberikan terutang kepada
pemilik uang pada saat jatuh tempo.[3]
D.
JENIS-JENIS RIBA DAN HUKUMNYA
Ulama
fikih oleh abu Sura'i Abdul Hadi (1993) membagi riba menjadi 2 macam yaitu:
-
Riba Fadl
Adalah
riba yang berlaku dalam jualbeli yang didefinisikan oleh para Ulama Fiqh dengan
kelebihan pada salah satu harta sejenis yang diperjualbelikan dengan ukuran
syara'. Ukuran syara' adalah timbangan atau ukuran tertentu. Misal, satu
kilogram beras dijual dengan satu seperempat kilogram. Kelebihan 1/4 kg
tersebut disebut riba fadl. Jualbeli semacam ini hanya berlaku dalam barter.
-
Riba An-nasi'ah
Adalah
kelebihan atas piutang yang diberikan orang yang berutang kepada pemilik modal
ketika waktu yang disepakati jatuh tempo. Apabila waktu jatuh tempo sudah tiba,
ternyata orang yang berutnag tidak sanggup membayar utang dan kelebihannya,
maka waktunya bisa diperpanjang dan jumlah utang bertambah pula.
Akhirnya
muncul berbagai pendapat tentang 2 macam jenis riba tersebut dikalangan para
ulama fikih. Menurut ulama mahzab Hanafi dalam salah satu riwayat dari Imam
Ahmad bin Hambal, riba fadl ini hanya berlaku dalam timbangan atau takaran
harta yang sejenis, bukan terhadap nilai harta. Apabila yang dijadikan ukuran
adalah nilai harta, maka kelebihan yang terjadi tidak termasuk riba fadl.
Sementara
itu ulama Maliki dan Syafi'i berpendapat, bahwa ilat keharaman riba fadl pada
emas dan perak adalah disebabkan keduanya merupakan harga dari sesuatu, baik
emas dan perak itu telah dibentuk. Oleh sebba itu, apapun bentuk emas dan perak
apabila sejenis tidak boleh diperjualbelikan sengan cara yang menghargai yang
satu lenih banyak dari yang lain.
Berdasarkan
kepada Al-Qur'an, As-Sunnah, dan Ijma' para ulama, dari dua jenis riba yang
diatas dapat dianalisis dari akar-akarnya bahwa istilah nasi'ah berakar dari
kata nasa'ayang berarti penangguhan, penundaan, tunggu, merujuk, pada waktu
yang diizinkan bagi peminjam untuk membayar kembali utang berikut tambahan atau
premi. Dengan demikian riba nasi'ah mengacu pada bunga atas pinjaman. Inilah
yang dinyatakan Nabi SAW, "tidak ada riba kecuali dalam nasi'ah".
Riba
dilarang karena termasuk juga dalam kategori mengambil atau memperoleh harta
dengan cara tidak benar. Wrongful devouring of property. Ayat-ayat berikut ini
melarang riba dengan tegas dan jelas:
- QS. Ali Imran ayat 130
- QS. Al Baqarah ayat 275-279
- QS. An Nisa ayat 161
- QS. Ar Rum ayat 39
Pelarangan
riba tidak lantas membuat utang-piutang tidak diperbolehkan. Paling tidak,
Al-Qur'an malah memberikan tata cara melakukannya dengan adanya catatan.
Al-Qur'an juga menganjurkan pemberi pinjaman atau krediktur untuk memberikan
keringanan jika debitur atau peminjam mengalami kesulitan dalam membayar.
Persoalan
riba telah ada sejak orang mulaibicara tentang hubungan perdagangan dan
keuangan. Riba adalah tambahan yang dilakukan secara bathil sangat mempengaruhi
pelakunya dalam sisi ekonomi maupun sosial. Secara ekonomi riba dapat
menimbulkan inflasi ekonomi, sebagai akibat dari bunga sebagai biaya uang. Hal
tersebut disebabkan karena salah satu elemen dari penentuan harga adalah suku
bunga. Semakin tinggi suku bunga, semakin tinggi juga harga yang akan
ditetapkan pada suatu barang. Dampak lainnya adalah bahwa utang, dengan
rendahnya tingkat penerimaan peminjam dan tingginya biaya bunga, akan
menjadikan peminjam tidak pernah keluar dari ketergantungan, terlebih lagi bila
bunga atas utang tersebut dibungakan.[4]
[1] Karnaen
Perwataatmadja,"Apakah bunga sama dengan riba?",Kertas Kerja Seminar
Ekonomi Islam, Jakarta: LP-PBS, 1997
[2] Hadi, Ibid
[3] Hadi, Abu Sura'i Abdul, 1993,
Bunga Bank dalam Islam, (terrjemahan: Drs. M. Thalib), Surabaya: Al-Ikhlas.
[4] Karim, Adi Warman, 2001,
"Konsep Uang dalam Islam", Modul Kuliah Ekstrakulikuler Ekonomi
Islam, Yogyakarta FE UGM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar